Sabtu, 10 Maret 2012

Manusia di Persimpangan

                                                                 Manusia Di Persimpangan
        Di suatu hari setelah ayam berkokok bangunlah seorang pemuda bernama Shodiq, setelah terlelap dalam mimpinya yang panjang ia pun bangun. Hari itu menjadi hari terpenting dalam hidupnya. Seperti biasa Shodiq tidak lupa menyantap makan, sekaligus hari perpisahan kepada keluarganya karena ia harus pergi untuk kepentingan masa depannya, walaupun itu sangat berat di lubuk hatinya, tapi ia tak dapat menghakimi waktu yang telah berpihak kepadanya.            
       Untuk membahagiakan kedua orang tuanya, Shodiq harus berkorban demi menuntut ilmu di pesantren yang terletak di Kota Solo, Jawa Tengah. Tidak terasa jarum jam menunjukkan pukul 09.00. terasa sangat singkat waktu bersama mereka dan Shodiq pun kembali mengecek koper yang sudah diisinya sejak seminggu yang lalu. Semua itu ia lakukan, agar ia masih memiliki waktu yang mungkin hanya tersisa sedikit untuk berkumpul dengan keluarga dan teman– temannya. Disaat terakhir Shodiq mengucapkan perpisahan kepada orang yang ia sayangi, tak terasa air matanya pun mulai membasahi pipinya. Tetapi shodiq menyadari bahwa perpisahannya bukan lah hal yang kekal. Perpisahan ini ia lakukan demi masa depan, demi mendapat keridhoan dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua shodiq hanya bisa memberika keridhoan untuk buah hatinya agar selamat sampai tujuan dan menjadi insan islami yang berbekal ilmu dunia dan akhirat.             
        “Hati-hati nak, jaga dirimu baik-baik. Kami akan selalu merindukanmu, dan kami juga akan selalu mendoakan untuk kesuksesanmu. Buatlah kami bangga denganmu nak, dan janganlah kamu mengecewakan kami semua yang telah mendukung dan mendoakanmu.” Pesan ayah dan ibu shodiq, mereka pun tak dapat menahan harunya ketika harus mengikhlaskan anaknya untuk jauh dari mereka.            
          “Iya ibu ayah, Shodiq akan berusaha untuk terus membahagiakan ayah ibu. Ridhoi setiap langkahku ini ayah ibu, doakan aku agar allah pun memberikan keridloan yang tulus untuk niat ini. Terus berikan aku doa terbaikmu ayah ibu, karena semua itu ada bekal yang sangat berguna untuk masa depanku.” Balas Shodiq dengan isak tangisnya.              Tepat pukul 19.30, jadwal pemberangkatan Shodiq pun tiba. Dengan berat hati kereta api pun membawanya hingga ke kota Solo. Ssesampainya di tempat tujuan, Shodiq meresa hampa karena Shodiq sadar bahwa telah jauh dari orang tuanya.

          Selang beberapa hari setelah mendapat predikat menjadi seorang santri, Shodiq pun bertemu dengan seorang teman perempuan lamanya yang ternyata satu yayasan pesantren.
"Hai, Halimah. Apa kabar??" sapa rindu Shodiq kepadanya.
"Hai, juga Diq" halimah membalasnya dengan penuh gembira
"Alhamdulillah baik, kamu??" lanjut Halimah
"Alhamdulillah baik, sudah lama tak berjumpa hehehehe,,," tersimpan wajah malu pada diri Shodiq
"Iya nih,, kamu masuk pesantren sini??" tanya halimah
"Iya halimah, sekarang kamu sekolah di pesantren sini juga??" shodiq mulai merasa akrab kembali dengannya.
"iya Diq, hehehe,, kalau aku sudah lama di sini".
"oh,, begitu tuhh, lulus pesantren sini mau kemana??" 
"kalau aku ingin menjadi seorang penulis??"
"apahh seorang penulis, aku saja belom pernah denger kamu menulis??maklumkan sudah lama tak jumpa hehehe,,"
“iya diq, aku terinspirasi ingin menjadi seorang penulis. Coba kamu sebutkan satu kata??”
“langit”
“Setelah matahari, setelah langit yang berwarna cerah adalah harapan ”.
“Wah indah sekali kata – katamu itu sampai aku terpesona dengan syairmu.”
“hehe,, bisa aja nih kamu??” ledek shodiq
“hehe,, yasudahlah aku mau ke pondok mau beres-beres barang yang ku bawa”
“hehe,,, yasudah lain kali waktu lagi kita ketemu, mungkin kalau kita lulus nanti baru bisa ketemu lagi”
“pastinya, hehe,,”             
             Setelah berbincang dengan Halimah, Shodiq terasa tidak ada ketakutan untuk menuntut ilmu di pesantren ini, karena mendengar syair indah yang diucapkan oleh Halimah . Merasa ingin terus dan terus berjalan tak boleh berhenti demi menuntut sebuah ilmu dunia dan akhirat. Dengan melangkahkah mengucap bismillah semoga lancar menuntut ilmu sampai lulus nanti.
...........................................................................................

             Beberapa kemudian, saat Halimah meluncurkan sebuah buku yang berjudul “Manusia Di Persimpangan”. Halimah pun memberikan buku ke Shodiq. Setelah beberapa hari kemudian Shodiq pun membaca buku tersebut. Salah satu kutipan bukunya yaitu “ Dia adalah manusia yang selalu bingung menentukan arah belok kanan, belok kiri atau lurus saja. Dia hanya tahu harus berjalan tidak boleh berhenti. Sampai di suatu titik ketika sebuah pilihan menghadangnya. Ia pun bingung harus memilih berhenti atau memilih untuk mundur kebelakang karena yang terpenting baginya adalah terus, dan terus berjalan”. 
...........................................................................................
             Seiring berjalan waktu, waktu yang membimbing shodiq agar ia menjadi orang dan hamba yang selalu istiqomah. Apapun yang terjadi harus tetap pada keyakinannya, tetap pada niat. Begitu pun seperti niat Shodiq untuk tholabul ilmi fiisabilillah, tak ada niat lain. Hanya berharap keridhoan dari kedua orang tua yang begitu ia sayangi. Sekarang tak ada satu pun alasan yang akan menghalangi niatnya, karena sebuah prinsip yang tertanam dihatinya tlah melekat dan tak dapat dipisahkan. Apapun yang terjadi, hidup ini akan terus maju, maju dan terus maju. Tak ada satu katapun yang tersirat di pikiran ini untuk mundur walaupun satu langkah. Istiqomah.
Itulah Shodiq seperti yang digambarkan dalam buku halimah yang berjudul “Manusia Di Persimpangan”.





                                                                                  - The End-

0 komentar :

Posting Komentar