Kamis, 28 Juli 2011

THE TRIP 4

 Trip

...
Pada hari ke-4 ini, kami berdua sepakat untuk mengunjungi keraton Jogja. Setelah itu kita akan istirahat karena lusa kita sudah harus pulang ke Jakarta. Untuk jalan-jalan yang saat ini aku sangat bete, karena Rani sepanjang jalan masih saja membahas “DIPTA”. Hedeh suara dan nama itu sejenak menjadi granat bagiku, seperti meledaknya PD II, seperti jatuhnya bom di Nagasaki dan Hiroshima, seperti panjangnya musim kemarau yang diderita oleh Etiopia, nama itu seolah membuat dahagaku timbul, rasa panas dan gerah yang membuatku mengucurkan keringat.
                Akhirnya kupancing saja Rani untuk membahas hal lain selain Dipta, usaha itu cukup berhasil dan kita akhirnya bisa tertawa dan bercanda berkat jurus jitu Rani dalam membuat ku tertawa. Ranii Ranii.. ada ada saja kamu ini. Petang pun tiba, Rani tiba-tiba mendadak menjadi sakit. Aku bingung harus berbuat apa, Rani akhirnya meminta kita untuk segera pulang ke hotel. Setelah sampai depan pintu hotel, si Rani lupa menaruh kunci kamarnya dimana. Aduuh, Ranii Rani kenapa sih km selalu begini, selalu saja km membuat aku repot. Karena si Rani mengeluhkan badannya yang sakit, dengan terpaksa aku mencari kunci itu sepanjang tempat kami tadi berjalan dan makan.
                Langit pun mengeluarkan suara gemuruhnya, tak lama lagi hujan pasti akan datang. Waduh aku harus segera menemukan kunci yang dihilangkan oleh Rani. Aku bertanya kepada satpam hotel, bertanya kepada pemilik warung makan yang tadi kami datangi, serta aku juga menyusuri sepanjang jalan Malioboro untuk mencari kunci tersebut. Sudah 1 Jam berlangsung aku pun belum mendapatkan kuncinya. Hujan pun turun, aku harus segera menemukan kuncinya walaupun kehujanan. Setelah sekian lama aku mencari dalam hujan, kuputuskan untuk pulang saja dan pasrah kalau memang tidak bisa masuk ke kamar.
                Sesampainya di kamar, ternyata pintunya sudah tidak terkunci lagi.Ketika aku masuk ke kamar, si Rani dengan tersenyum dam nyengir menyapaku.
                “Reeenoooo, hehe maaf yaa aku ngerjain kamu tadi”
                “Ran !! heh… hargai aku dikit kenapa sih !”
                “Iaa maaf maaf, aduuh km keujanan yaa. Kasiaaaan”
                “Haalaah , udah aah gua udah ga tahan sama tingkah laku lu tau ga!”
                “Ya gua minta maaf baik-baik reen”
                “Ya tapi lu udah keterlaluan tau ga ngerjain gua”
Malam itu kami bertengkar, kami berdebat hebat sampai kita berdua mengucapkan kata-kata kotor.
                “Ran, lu tu bener-bener ya ga tau diri!!”
                “Ya maaf!! Sorry ganggu liburan lo”
                “Eh bener banget tuh, lu udah ngeganggu apalagi si Dipta tuh.. murahan tau ga!!”
                “Eh apa hak lo ngatain dia gitu?”
                “Halah, sesama murahan mah sama aja. Brengsek lu berdua!”
                “Reno ! kurang ajar lu ya ngomong kaya gitu, gua gitu tuh supaya lu sadar bagaimana perasaan gua saat lu nyakitin hati gua waktu kita pacaran. Sakit ga ? sakit kaan rasanya makanya lu jangan suka nyakitin hati gua ren, sedih gua… (sambil menangis) lu ga tau rasanya gimana waktu itu Reen. Saaakiiitt. Sekarang lu maunya apa? Haaa…”
                “Ya gua ga terima ajaa gitu lu kaya gini, terlebih masalah itu lu udah keterlaluan ngerjain gua Ran, lu kira ga cape keliling buat nyari kunci kamar hotel? Haaaaah!! Kesel gua sama lu, pergi lu!”
                “Oke gua pergi biar lu puaas Ren, bye !”
Rani pergi meninggalkan kamar hotel dan dengan amarah serta air matanya yang terus menetes. Aku hanya bisa duduk terpaku karena tadi dia menyinggungku dengan kelakuanku dulu yang … Haduh, aku harus gimana? Di luar hujan, mau tidur dimana Rani.. Akhirnya aku keluar untuk mengejar Rani. Aku mencari dia sepanjang jalan malioboro sambil basah kuyup karena kehujanan.Akhirnya kutemukan dia di halte dekat ujung jalan.
                Dia duduk termenung sambil terus menangis, aku mendekatinya. Aku minta maaf atas semua perkataan dan perlakuanku tadi kepadanya. Dia hanya bisa menjawab dengan “ Iya” . Huumh, Rani kenapa kamu begini sih…
                Aku rangkul dia dalam dingin dan derasnya hujan di halte itu. Malam sudah menunjukan pukul 22. Jalan ini menjadi sepi dan seraya milik kita berdua saja. Rani juga meminta maaf atas perlakuannya tadi. Akhirnya kita berdua pulang setelah hujan reda, dan kita sepakat untuk melupakan masalah yang barusan.
                Di Hotel, kami berdua mandi dan bersiap untuk istirahat. Rani aku suruh untuk mandi duluan karena tadi dia sangat kebasahan. Setelah itupun aku yang mandi. Sesaat sebelum kita berdua hendak pergi tidur. Rani tiba-tiba memegang tanganku, dia menatap wajahku dengan penuh harap. Hembusan nafasnya tak menentu. Matanya pun tak lepas memandangi wajahku. Ada apa dengan Rani?. Akhirnya aku coba saja untuk memberanikan diri untuk mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Akhirnya hembusan nafas Rani semakin jelas terasa di bibirku. Rani membasahi bibirnya. Aku semakin terbawa suasana pada malam itu. Aroma tubuh Rani semakin tercium ketika dia menyandarkan kepalanya di daguku. Akhirnya datang kesempatanku untuk mengecup kening Rani. Ku kecup pelan serta hangat kening Rani. Rani menerimanya dengan ikhlas dan dia terhening sejenak saat aku kecup.
                Rani menatapku setelah dia ku kecup keningnya, Rani menutup matanya dan membasahi bibirnya. Aku mempunyai pikiran untuk menciumnya pada malm ini. Aku dekatkan bibirku dengan bibirnya yang sudah sedari tadi dia basahi. Aku mulai merasakan aroma bibir Rani, nafas Rani pun meniup hangat bibir kita waktu itu. Kita tak lama kemudian berpagut dalam suasana yang tak kami duga akan seperti ini. Aku merangkul Rani dan dia mendorong ku pelan untuk bisa rebahan di tempat tidur. Setelah itu Rani berada di atasku dan kita kembali berciuman layaknya pasangan suami istri. Ku raba badan serta pinggul rani. Rani hanya berdiam dan melanjutkan permainan lidahnya di mulutku, mulutku terasa sesak tak bisa bernafas. Karena memang Rani tidak memberku ruang untuk itu. Kita berdua terbawa suasana, cumbuan kecil nan sedikit bergairah kita hadapi malam itu. Kita berguling-gulingan di atas tempat tidur, tawa kecil yang dilontarkan oleh Rani membuat suasana menjadi tidak begitu hening. Aku hanya bisa menikmati adegan demi adegan yang kita lakukan dan lewati bersama.
                Setelah itu kami melepaskan ciuman kami, dan Rani gentian mengecup keningku
                “Ren, you’re my first kiss .. Love you…”
                “Yes Ran, me too.. I love you”
                “Hey, how if we continuing our relationship Reno?”
                “Hah? Really. Are you still love me?
                “Yeah, after that kiss. I can feel  me still love you”
                “Okay.. I accept it”
Wah kami balikan setelah ciuman itu. Akhirnya Kami tidur dan beristirahat karena besok kami sudah harus pulang ke Jakarta lagi.
                Di perjalanan menuju stasiun, kami berdua bermesraan dan bergandeng tangan seperti kami baru jadian saat pertama kali. Rasa jatuh cinta bisa kurasakan kembali saat itu. Dan suara demi suara tak kami gubris dan hiraukan karena, Jogja adalah milik kita berdua.
Rani mengucapkan banyak terima kasih kepadaku, karena berkat liburan ini dia bisa mengenal banyak pengalaman baru. Rani juga mengaku bahwa dia sebetulnya tidak ingin memutuskan hubungan kita. Tapi dia terpaksa karena sifat dan kelakuan aku yang senantiasa tidak bisa berubah. Dia berharap, setelah kejadian di Jogja itu aku bisa lebih mengerti Rani luar dalam.
                Benar-benar liburan tak terlupakan, Jogja.. Rani,, seerta kamar kami bernomor 108, Dipta hehe. Semua itu adalah hal-hal yang tak bisa terbayangkan dan terlupakan. Oh ya, kunci kamar kita. Wah yang satu ini sangat tidak bisa dilupakan, karena kunci inilah awal penyebab kita bisa berciuman dan jadian.
                Sepanjang jalan menuju Jakarta aku sungguh tak menyangka bahwa perjalananku kali ini begitu bermakna. Thanks Jogja..

The End 

0 komentar :

Posting Komentar